Kamis,
14 Mei 2015 bertepatan dengan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, para Suster
Komunitas Roh Suci yang diwakili oleh Sr. Rosa, Sr. Lidia, Sr. Kiki, Sr. Yasinta
J, Sr. Merlin, Sr. Adelbert, Sr. Fatima mengikuti seminar yang diadakan oleh Seminari
Tinggi SCJ. Seminar dimulai pukul 09.00-12.30 WIB, dengan tema “Hidup Berkomunitas, Berkat atau Beban?” Seminar ini diikuti oleh berbagai tarekat, antara lain: CB, SSpS, Sang
Timur, SPM, OSF Sibolga, HK, MTB, FCJ, Pr, dll; sekitar 33 tarekat (180 religius). Nara sumbernya
adalah Rm. Julius Sunardi, SCJ dan Sr. Carolina, CB (Provinsial).
Rm. Fransiskus Supriyo, SCJsebagai rektor Seminar Tinggi SCJ dalam
sam-butannya
mengungkapkan bahwa kegiatan seminar menjadi kegiatan rutin setiap tahun dan
harinya bertepatan dengan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus. Rm. Fransiskus Supriyo, SCJ berharap bahwa
kegiatan rutin ini bisa diikuti setiap tahun dan para undangan diberi kesempatan
untuk mengusulkan
tema yang relevan dalam hidup bakti saat ini.
Sesi pertama disampaikan oleh Sr.
Carolina, CB. Ia mengungkapkan
bahwa komunitas religius merupakan persaudaraan yang dibangun dengan susah payah
untuk menghadirkan Kristus di dunia. Maka sangat penting refleksi setiap saat
agar dapat membangun persatuan yang mendalam antara pengalaman manusiawi dan
rohani. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapa Paus Fransiskus, bahwa kemampuan
hidup berkomunitas adalah berkat dan anugerah; tapi hidup berkomunitas bukan-lah sebotol air yang sudah tersuling, me-lainkan air yang masih harus terus
diolah. Hal-hal yang menimbulkan konflik antara lain adanya sikap saling
menyalahkan, pengalaman masa lalu yang belum diolah, kebutuhan yang belum
tertata, tidak mampu mengelola konflik, adu mulut, dan kata-kata keras/tajam.
Selain itu juga bisa dipengaruhi oleh peran pemimpin yang kurang menunjang,
misalnya: berpihak,kurang tegas, belum matang, dan kurang mampu mendengarkan.
Pada hakikatnya hidup religius adalah membangun relasi dengan Yesus seperti
Yesus kepada Bapa-Nya
yaitu relasi Trinitas.
Sr.
Carolina, CB menekankan bahwa membangun
komunitas merupakan proses seumur
hidup. Maka sangatlah penting adanya
mengolah hidup, pemurnian, dan pertobatan
yang terus-menerus demi hidup yang bebas batin, sukacita, sehingga bisa menjadi
berkat bagi diri sendiri dan orang lain. Yesus menjadi pusat dan sungguh nyata
dirasakan melalui Ekaristi.
Pada sesi kedua disampaikan oleh Rm
Julius Sunardi, SCJ. Beliau menambahkan tentang proses/mekanisme bagaimana ko-munitas menjadi berkat atau beban.
Beliau meninjau dari segi psikologis, bahwa afeksi adalah kebutuhan dasar
setiap manusia. Bila kebutuhan afeksi terpenuhi, maka potensi/talenta akan
semakin berkembang dan bertumbuh dan sebaliknya. Penting bagi setiap pribadi
untuk memimpin diri secara otonom demi mempertahankan diri, kemudian dari
potensi yang dimiliki ada keinginan untuk membagikannya pada se-sama/orang lain “communio” dan ada
proses identifikasi. Kunci utama dalam membangun komunitas agar menjadi berkat
adalah adanya identifikasi, empati, dan kenosis/pengosongan diri. Maka
sangatlah penting adanya kerjasama,sharing, dan komunikasi.
Ukuran seseorang bisa menjadi berkat
bagi komunitasnya adalah dia bisa menjadi sumber pertumbuhan, mampu menjadi sumber
penyembuhan yaitu melalui pengampunan,
menjadi sumber persatuan, menjadi sumber pengharapan. Pada akhirnya me-lahirkan buah-buah sukacita, komunitas
yang hidup, mendunia, dan responsive/mudah tanggap terhadap situasi sekitar.
Suasana seminar terasa hidup, setelah
sesi tanya jawab, kemudian ditutup dengan doa makan dan makan siang bersama.
Sr. Veronika Rukini, SSpS
Infokom Edisi 44, Mei 2015
No comments:
Post a Comment