Para Suster di komunitas Grayslake dari sebelah kiri Sr Xaveriana
Sr Odila, Sr Catharina Liliek, Sr Barbara, and Sr Marie
Para Suster di USA, sekarang sedang musim Spring (semi) tidak ada salju tetapi tetap dingin sekali membuat saya tetap berpakaian rangkap dua. Luar biasa dan kagum hingga detak syukur terucap melihat keindahan ciptaan Allah yang di sini, semua diberikan tepat pada waktunya, semua tanaman yang begitu cepat berbunga dengan aneka warna, seperti tidak bisa diterima oleh pikiranku, tanaman dan pohon yang sepertinya sudah tak berarti dan tidak menari telah berubah menjadi indah. Yah yang terbaik selalu diberikan-NYA kepada kita semua dan tepat pada waktunya.
Waktu yang telah saya lewati terasa begitu cepat dan saya merasa masih kurang mampu untuk berkomunikasi dengan baik walaupun kadang saya telah mengerti apa yang sedang dibicarakan. Mengerti dan memahami bagi saya memang merupakan suatu proses yang tidak mudah dan membutuhkan waktu. Karena berkomunikasi baik dengan Allah dan sesama juga merupakan suatu proses bertumbuhnya kehidupan. Saya berjuang untuk terus berani mencoba dan mencoba walau kadang saya merasa lelah.
Pada tanggal 30 Maret kami disini kehilangan Sr. Maria Burke dengan usia 67 tahun, yang telah berpulang ke rumah Bapa. Beliau guru Bahasa Inggris saya yang pertama. Saat saya baru tiba dan tinggal di propinsialat, beliau ini pernah menjadi missionaris di PNG. Beliau ini ramah, baik dan pintar. Sebelum meninggal beliau telah banyak membuat tulisan doa, perjalanan misi dsb. Waktu kami doa Rosario bersama malam hari sebelum besok dimakamkan, kami membacakan doa-doa yang beliau buat. Saya seperti tidak percaya karena beliau nampak sehat. Saya semakin yakin bahwa segala rencana-NYA tidak ada yang mustahil dan pasti terbaik untuk kita semua.
Saya bersama para Suster yunior disini sering bertemu untuk sharing melalui skype (salah satu media untuk komunikasi lewat internet), setiap bulan sekali.
Bulan Maret 2012 kami ada seminar dengan Sr Carol (propinsial USA) tentang relasi dengan Tuhan dan non-violence. Saya juga ikut pertemuan dengan sesama yunior Fransiskan yang ada di USA. Saya seperti tidak percaya karena semua yuniornya sudah berusia seperti saya bahkan ada yag usianya lebih dari saya. Saya terlihat paling muda dan kecil diantara para Frater dan Suster. Materi yang diberikan tentang bagaimana hidup yang terintegrasi dengan segala aktifitas, karena yunior disini juga super sibuk. Saya merasa bersyukur, materi yang saya terima dari sini semuanya sudah saya dapat waktu di Indonesia, saya merasa telah banyak mendapat ilmu di Indonesia, ini menjadi bekal yang luar biasa bagi saya, meskipun kadang menantang perjalanan hidup saya di negeri ini.
Sekarang disini sedang mempersiapkan kunjungan dari Sr. Estela dari Roma pada tanggal 13 April. Saya bersama komunitas juga mendapat tugas mempersiapkan tarian. Di komunitas saya, pada tanggal 2 – 4 April kedatangan tamu Sr Fatima, Provinsial dari Brasil, karena satu suster di komunitas Grayslake ini ada yang dari Brasil. Saya berharap sebelum saya kembali ke Indonesia, mungkin Sr Ines atau dewan atau para suster yang lain besedia mampir ke USA mengunjungi kami.
Di komunitas, saya mendapat tugas mengurus kapel dan saya sempat bingung karena disini tidak punya kalender liturgi seperti Indonesia yang sangat jelas. Saya juga bingung karena di komunitas ada Suster senior yang tidak bisa ada tanaman hidup masuk di rumah atau kapel, jadi saya mesti pakai bunga-bunga plastik.
Dalam acara Persiapan Paskah seperti di Indonesia, setiap Jumat malam, saya juga ikut jalan salib di kapel paroki. Saya juga hadir dalam rekolesi bersama umat di Gereja Paroki selama tiga hari. Di komunitas saya Grayslake ini, juga ada rekoleksi bersama dengan komunitas Waukegan dan dilanjutkan dengan Misa. Selain itu saya juga ikut doa Taize di Gereja Paroki. Untuk pengakuan dosa, saya dengan Romo Indonesia yang bermisi di sini yaitu Rm. Lukas SVD. Ketika Misa pada hari Minggu Palem, saya sempat terkejut dan heran karena disini menggunakan janur tidak dengan daun palem karena daun palem jarang ada. Dalam Misa, janur yang dipegang umat tidak diberkati semua dengan air suci, seperti di Indonesia. Pada saat perjamuan terakhir hari Kamis, di komunitas dilakukan sore sebelum Misa dan disini tidak pakai sayur pahit hanya roti, wine dan buah anggur. Pada waktu Jumat siang Pkl. 15.00 ada jalan salib di Gereja Paroki. Jalan salib diperankan oleh anak-anak SMA yang menampilkan secara kreatif. Setiap perhentian dihubungkan dengan kejadian yang ada di dunia. Pada Misa malam Jumat Agung, saat penghormatan salib hanya tersedia satu salib besar yang dibawa oleh Romo, jadi membutuhkan waktu yang lama dan antrian agak lama.
Dalam Misa Sabtu Malam Paskah yang disertai dengan 7 bacaan serta baptisan tiga anak dan tiga dewasa, sepertinya kurang ada persiapan yang mantap dari para petugas liturgi jadi terlihat saling menunggu. Selama Tri Hari Suci ini, saya bersama dengan Sr Xaver tidak pergi ke Paroki, tetapi Misa di salah satu Gereja di Waukegan, kira-kira 40 menit dari komunitas, karena Sr Xaver ikut koor. Selama Hari Suci saya merasa sedih karena teringat Indonesia, dengan segala pengalaman akan Allah dalam penantian menuju kebangkitanNYA. Juga kesedihan hadir bila selalu melihat di Tri Hari Suci ini, gereja hanya sedikit umat yang datang, dan banyak bangku kosong, tidak seperti di Indonesia. Saat Minggu Paskah saya Misa di Provinsialat Techny sekalian mengunjungi para suster tua dan memberi salam . Pulang dari Techny saya bersama para suster yang dari Indonesia pergi ke rumah umat untuk merayakan Paskah bersama umat lain yang berasal dari Indonesia.
Para Suster yang terkasih terima kasih untuk cinta dan doanya, kita satu dalam Doa dan Misi, sama seperti Kristus yang telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan BAPA, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
Doa dan Kasih
Sr Chatarina Liliek SSpS
Infokom edisi ke-07, April 2012
No comments:
Post a Comment