Pengalaman ini berawal dari tinggal bersama
dulur-dulur Sikep di Sukolilo, Pati, pada awal bulan September 2014. Dua
minggu tinggal bersama mereka begitu banyak pelajaran hidup yang saya terima.
Salah satunya adalah kegigihan mereka memperjuangkan kelestarian ibu pertiwi,
khususnya daerah pegunungan Kendeng. Mereka berjuang agar ibu pertiwi tidak
dirusak oleh rencana pendirian beberapa pabrik semen, yang direncanakan bahkan
sudah mulai di bangun di pegunungan Kendeng, khususnya daerah Pati, Rembang.
Mereka tidak ingin pegunungan Kendeng, sebagai tempat tinggal, home mereka, sebagai ibu yang memberi
nafkah dan hidup bagi mereka sebagai petani, sebagai tempat menyimpan air dan membangun
persaudaraan se-sama sedulur di sana dihancurkan.
Perjuangan ini awalnya disemangati oleh dulur-dulur
Sikep di Sukolilo dan sekitarnya yang dengan kearifan hidup mereka sebagai
petani tidak rela kalau pegunungan Kendeng hancur karena dijadikan semen.
Sebenarnya mereka bersama masyarakat di Sukolilo, Pati sudah memenangkan
gugatan mereka terhadap pendirian pabrik semen, sehingga pabrik semen tidak
didirikan disana. Tetapi dulur-dulur ini tidak tinggal diam. Mereka terus
berjuang menemani dulur-dulur di tempat lain yang hidup mereka terancam karena
pembangunan beberapa pabrik se-men yang sekarang ini terjadi di Pati – Tambak
Romo dan sekitarnya, Rembang, dll. Karena setelah gagal membangun pabrik semen di Sukolilo, Pati Utara,
ren-cana pembangunan pabrik semen dipin-dah ke Rembang, sebelah barat kabupaten
Pati. Pembangunan pabrik semen, tetap akan menjadikan pegunungan Karts Ken-deng
sebagai sumber produksi, eksplorasi dan eksploitasi.
Berhadapan dengan raksasa pabrik semen, maka
perjuangan mereka ini sungguh luar biasa. Kebanyakan mereka adalah ibu-ibu
petani, para perempuan yang dengan iman dan hati keibuan mereka berjuang demi
membela ibu pertiwi dan mewujudkan martabat mereka sebagai ibu yang berjuang
menghidupi sanak keluarga mereka.
Dihadapan semangat perjuangan tanpa kekerasan yang tak
kenal lelah ini saya ingin belajar lebih dalam bersama mereka. Kontak dengan mereka terus berkelanjutan.
Awal April, setelah sharing dengan Provinsial, Sr. Ines, saya diijinkan untuk
terlibat bersama kegiatan mereka, dengan hadir sebulan sekali bersama mereka.
Saya sungguh bersyukur untuk kemurahan dan kepercayaan provinsi yang begitu
besar ini.
Setelah sharing dengan komunitas saya di Syalom, maka sejak bulan
April 2015 setiap bulan sekali dalam week
end saya datang ke Pati dan Rembang. Seperti mimpi kita bersama untuk widening the circle, maka sampai saat
ini banyak teman yang juga turut bergabung untuk kunjungan sebulan sekali ini.
Bisaanya setelah pulang dari kunjungan ini, mereka la-lu mulai melakukan kontribusi
sesuai dengan kemampuan mereka, misalnya membantu menghubungkan dengan ahli
hukum, penyuluhan hukum, pelatihan merenda, dokter yang melakukan penyuluhan
kesehatan dan pengobatan gratis, dll. Kerjasama informal ini juga dilakukan dengan
Keuskupan
Surabaya dan paroki Rembang.
Para Suster kita juga dengan murah hati terlibat dan
menyertai kegiatan ini dengan doa-doa mereka. Para suster kita di komunitas St.
Agnes, RKZ, Provinsialat, Syalom dan Yogyakarta mem-berikan akomodasi pada mereka jika mereka sedang
menghadiri pertemuan ataupun sidang di daerah-daerah itu. Para Suster
menyediakan obat-obatan bagi pengobatan gratis dan beberapa tenda bagi ibu-ibu
di Rembang yang tinggal di tenda selama hampir
17 bulan, sebagai perwujudan kegigihan mereka mempertahankan
kelestarian bumi dengan menolak pendirian pabrik semen.
Kegiatan yang terakhir dilakukan pada tgl. 10 – 11 Oktober
2015. Bersama dengan dr. Lina, mbak Dian dan mbak Puput kami mengadakan
kunjungan ke dulur-dulur Sikep di Pati dan masyarakat tolak semen di kabupaten
Pati dan Rem-bang. Kami tiba Sabtu pagi dan rom-bongan langsung kami bagi dua.
Mbak Dian dan Puput, bersama lik Jumadi, salah satu tokoh tolak semen, menuju
ke Rumah Sono Keling untuk memberikan pendidikan undang-undang desa.
Sedang-kan dr. Lina dan saya di temani kang Gunretno, tokoh sedulur Sikep menga-dakan
pengobatan kepada masyarakat tolak semen di desa Larangan, Tambak-romo, Pati
Kelompok rumah Sono Keling mengadakan sharing dengan
penuh semangat. Bahkan ada beberapa masyarakat yang ingin mengetahui masalah
pedesaan dengan lebih mendalam datang sendiri pada malam harinya untuk
melanjutkan sharing. Sedangkan untuk pengobatan kami melayani 50 pasien
dilanjutkan malam harinya sekitar 25 orang dulur-dulur Sikep di rumah kang Gun.
Dr. Lina memberikan pelayanan kesehatan dengan sangat baik, karena setiap pasien didengarkan kelu-hannya
dan sebelum memberi obat, mereka diberi penyuluhan sebab-sebab penyakitnya dan bagaimana
mengobati sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di desa itu.
Setelah acara pengobatan dan penyuluhan masyarakat
selesai, acara dilanjutkan dengan pertemuan intern dengan dulur-dulur Sikep bersama kami dan mbak Tantri mas
Anang (sepasang suami istri relawan pengajar nembang dan gamelan untuk anak-anak
sedulur Sikep). Dalam pertemuan itu kita membahas bagaimana semangat belajar nembang dan
pemaknaannya menjadi sarana memperdalam nilai-nilai luhur yang dihayati oleh
para sesepuh mereka yang tersurat dalam tembang-tembang mereka. Dulur-dulur Sikep
yang hadir pada waktu itu adalah beberapa orang yang memang sudah pandai
nembang, ada yang bisa nembang tetapi sudah lama tidak nembang lagi, ada yang
punya minat untuk bisa nembang, tetapi ada juga beberapa yang merasa tidak bisa
nembang dan malu untuk melakukannya.
Kemudian kami sharing pengalaman nembang selama ini,
dan bagaimana anak-anak mereka di bawah bimbingan mbak Tantri dan mas Anang
bisa nembang dan menabuh gamelan, sehingga sudah sering diundang untuk mengisi
acara baik dalam masyarakat Sikep sendiri maupun dengan gereja lokal khususnya
paroki Kudus. Setelah itu satu persatu mereka mulai nembang, dan akhirnya tak
disangka-sangka hampir semua bisa nembang. Setelah itu disepakati bahwa kita
akan belajar nembang setiap Sabtu pahing malam hari, sesudah pengobatan dan
penyuluhan kesehatan. Keesokan ha-rinya kami melanjutkan perjalanan ke Rembang
ke desa Timbrangan dan Tegal Dowo. Dr. Lina mengikuti rombongan untuk melihat
dari dekat sumber mata air Wiyu, mbak Dian mengikuti pelatihan warga dan
bersama mbak Puput saya ke tenda untuk mengajari ibu-ibu haken. Sore hari kami
melanjutkan perjalanan ke stasiun kereta api untuk kembali ke Surabaya.
Saat-saat ini Dulur-dulur di Pati sedang menunggu
keputusan pengadilan PTUN Semarang tentang gugatan mereka untuk menolak pabrik
Semen yang akan merusak alam mereka. Keputusan ini akan dilakukan pada tgl. 17
November 2015. Maka kami mohon doa kepada para Suster dan saudara-saudara semua
agar terjadilah keadilan yang sejati bagi masyarakat dan bagi ibu pertiwi.
No comments:
Post a Comment