PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH

di Jawa-Bali-Lombok-Sumatra-Papua, INDONESIA

Friday, September 30, 2011

Filipina

Sr. Debora SSpS bersama salah satu keluarga 
di Lapas, Agusan Del Sur, Filipina.

Salam jumpa para suster yang terkasih
Saya kembali hadir dalam sepercit kisah perjalanan bersama Allah dalam misi kehadiran saya sebagai pelajar di sebuah Universitas. Tahun ini adalah tahun kedua saya belajar di University of Southern Philippines Foundation di bidang Social. Suatu pengalaman indah, tak terlupakan dan sarat akan makna yaitu saat saya mengikuti exposure di Lapas, Agusan Del Sur. Lapas adalah sebuah daerah di Mindanao, bagian dari Agusan Del Sur. Suatu daerah yang terpencil dan jauh dari pusat kota, dimana suku Manobo tinggal, yang secara kebetulan SSpS sudah hadir 10 tahun bersama mereka dan ditutup sekitar tahun 2007. Kami memilih daerah ini karena sesuai dengan apa yang kami butuhkan untuk lebih mendalami keadaan/situasi lingkungan kerja dari pekerja social/Social Worker khususnya untuk suku-suku yang terpencil. Hal ini terkait dengan mata kuliah kami Social environment in Social Work.

Saya hadir bersama 10 mahasiswa, 1 dosen pembimbing, dan Fr. Dibbs,SVD. Dengan semangat 45 kami bahu membahu mempersiapkan segalanya termasuk baju2 bekas dan tugas2 kami disetiap kelompok tugas. Suatu tantangan bagi saya karena saya mendapat bagian untuk mempersiapkan dinamika permainan untuk anak-anak. Jujur saja ada saya merasakan pergulatan untuk kesempatan dan kepercayaan ini. Bahasa, budaya, berapa banyak anak yang ikut menjadi dasar semua pergulatan. Dan perlu diketahui bahwa suku ini memiliki bahasa sendiri tidak sama dengan kami. Berbekal nekat, rasa percaya dan pasrah dari hati memampukan saya untuk lebih terbuka akan kehadiran teman dan sesama yang ada dan selalu sedia untuk membantu.


Tuhan itu sungguh baik dan selalu memberikan yang terbaik untuk anak- anaknya. Perjalanan kami lancar saja sampai di pelabuhan Nasipit, perjalanan dilanjutkan dengan menempuh jalan darat selama 4.5 jam. Sebuah perjalanan untuk mensyukuri keagungan yang Kuasa, jalan darat yang cukup melelahkan karena jalan yang sebentar aspal, sebentar kemudian tanah berbatu, dst…ada satu keindahan disetiap jalan itu adanya pohon durian yang berbuah dan buah marang yang ranum dan matang yang di nikmati sejumlah anak di jalanan. Dalam kelelahan Tuhan memberikan kenikmatan lainnya.

Ternyata pengalaman itu hanyalah permulaan para suster, sesampainya di paroki Lapas kami mendengarkan orientasi dari Fr. Rubby, SVD tentang suku Manobo. Kami melanjutkan perjalanan dengan motor yang kami sebut disini habal/habal (ojek dalam bhs jawa) dan pilihan lain adalah skylap yang dapat memuat 8 penumpang. Tapi akhirnya kami memilih ojek, mengingat ini adalah pengalan pertama kami. Wow….dalam hati ini berteriak senang karena mengingat pengalaman saya waktu di Kesamben, Blitar terasa terulang lagi.

Syukur pada Allah kami akhirnya kami dapat hadir di Langasian dimana suku Manobo tinggal. Mereka sangat sederhana dan sungguh apa adanya, sambutan yang hangat dari pemimpin kapel dan juga anak-anak memulas semua kepenatan kami. Jumlah penduduk cukup padat sampai 1000 lebih dengan hak untuk memilih 500 penduduk, ini berarti bahwa jumlah anak-anak dan orang tua mencapai setengah dari pupulasi yang ada. Daerah mereka dibatasi oleh sungai besar dan perbukitan. Mata pencarian mereka yaitu sebagian petani, peladang juga buruh pemotong pohon. Kami merasakan kekeluargaan mereka, satu hati dalam keserhanaan hidup tanpa listrik, tiada signal HP dan lain2.
Sr. Debora bersama dengan teman-temannya

Dua hari lamanya kami menikmati kegembiraan dan sorak sorai tawa ria anak2 dan orang tua di Langasian namun akhirnya harus kami akhiri karena kami harus beralih ke tujuan lain yakni ke Lapas dan Loreto. Kembali kejutan hadir bagi kami sekian kalinya; ketika kami menempuh perjalanan dari Langasian ke Lapas, di tengah jalan kami sudah diperingatkan orang bahwa jalan di depan kami tidak bisa dilalui dengan motor karena banjir yang cukup dalam. Kami semua berteriak “Oh…..my God” perjalanan kami masih panjang dan kami berjanji akan kembali ke paroki untuk bertemu dengan Fr. Petrus Keban. Tiada cara lain, kami harus cari jalan agar bisa melewati jalan yang kebetulan banjir namun masih bisa dijangkau dengan jalan kaki dan mencoba cari bantuan rakit karena airnya setinggi dada. Sungguh tantangan ini bukan sekedarnya saja, banjir ini ternyata bukan hanya 1 daerah saja tapi kami harus mengalami sampai 4 kali. Namun masih saja saya melihat kegembiraan dan keceriaan anak-anak Allah yang tidak luntur dalam situasi apapun. Mereka masih bisa bernyanyi,tertawa dan saling bercanda ria. Dibalik sebuah tantangan selalu terbalut juga rahmat dan syukur yang menjanjikan kegembiraan untuk dialami.

Akhirnya kami sampai di paroki Loreto tepat Pk 12.00 dan disambut oleh Fr. Diggs dan makan siang yang siap untuk dinikmati. Bapa memberikan kesempatan pada kami untuk mengalami jalan lewat sungai dengan perahu selama 2 jam lamanya agar sampai ke Trento rumah distrik SVD dan sore harinya kami mengunjungi sesama misionaris Indonesia di paroki St. Maria. Dan kami lanjutkan perjalanan kembali ke Cebu tempat tujuan dalam keadaan sehat dan baik. Kami banyak belajar dari pengalaman ini, banyak dari kami merasakan diubah lewat perjumpaan yang sejenak ini. Pengalaman akan Allah mengubah kami secara pribadi, khususnya saya merasakan seperti sejenak bermimpi mendapat kesempatan untuk hadir dan melihat sejenak daerah misi para misionaris Indonesia di Mindanao, dan ini memperkuat kebersatuan kami sebagai misionaris. Suatu kesempatan yang indah untuk saling belajar melalui realitas hidup melalui kesederhanaan hidup dan menerima apa adanya hidup ini. Sesuatu yang kelihatannya mudah tetapi ketika kita mengalaminya sungguh akan menjadi lain.

Para suster yang terkasih, inilah pengalaman indah dan menantang dalam kehadiran saya untuk lebih mendalami situasi misi yang sebenarnya di Filipina Selatan. Banyak tantangan dan halangan yang datang dari dalam dan luar diri, namun hal ini bukannya menjadi ganjalan untuk jalan lebih jauh ketika iman ini sudah berbicara. Kesadaran ini mendayai saya untuk lebih berserah dalam penyelenggaraan Allah dan memberi energi/ semangat baru dalam dan untuk memberi tanggapan yang terbaik dalam misi kita.


Satu dalam misi dan kehadiran kita serta satu dalam doa selalu.

Sr. Debora, SSpS
Infokom no 41, September 2011

No comments:

Post a Comment