Th. 1986 Sr. Augustine SSpS (almarhum), bermimpi untuk membangun Komunitas Dasar Kristiani sebagai perwujudan ”Option of the Poor ”. Beliau memilih stasi Resapombo sebagai daerah misi dimana mimpi ini bisa diterjemahkan bersama gereja lokal. Tim ”Alocita” yang diketuai oleh Bp. Emmanual Subangun ditunjuk sebagai jembatan masuk melalui penelitian dan pendekatan masyarakat pada umumnya dan umat katolik pada khususnya. Kegiatan ini dipusatkan di stasi Resapombo bekerjasama dengan umat setempat.
Dalam perjalanan untuk mewujudkan mimpi itu, tema ini dibahas pada sebuah kapitel dalam periode kepemimpinan beliau, yang disambut secara positif dan didukung oleh banyak suster. Kesulitannya. “Siapa yang bersedia pergi dan diutus menjadi perintis misi Option for the Poor di Resapombo?”. Maka dibukalah undangan bebas bagi setiap suster yang berminat dan terpanggil untuk “hidup dan tinggal” bersama dan di tengah orang miskin.
Undangan ini disambut dengan penuh semangat oleh Sr. Rosa Damai dan Sr. Coelestis (almarhum). Perutusan ini baru terealisasi th. 1992 dalam periode kepemimpinan Sr. Paularita. Setelah diadakan dialog dan mendapat berkat perutusan dari Mgr. Aloysius Dibjokarjono Pr., Uskup Surabaya waktu itu, diresmikanlah Resapombo sebagai wilayah Misi SSpS Provinsi Jawa..
Misi Pastoral ini berawal dari menjawabi ”Option of the Poor ”, pendampingan secara holistik terhadap orang yang miskin dan lemah. Saat itu situasi masyarakat di sekitar Resapombo begitu memprihatinkan yaitu lemahnya semangat Generasi muda Gereja: Banyaknya anak-anak yang tidak sekolah, situasi umat jauh dari Penggembalaan Pastoral yang diharapkan, sementara potensi umat dapat diperhitungkan secara positif untuk memulai perubahan-perubahan dari dan oleh mereka. Maka sesudah tinggal bersama umat dan melakukan motivasi dan orientasi pastoral, dibukalah sebuah komunitas pedesaan yang menjadi rumah singgah-jujugan bagi semua yang membutuhkan, mengingat rumah kita ini secara teritorial sangat strategis, persis disamping Gereja Resapombo, di sebuah pastoran kecil “model ndeso”
Bentuk pendampingan yang diberikan oleh para suster SSpS pada waktu itu berupa kunjungan ke rumah-rumah penduduk ”door to door” tanpa memandang agama. Iman umat yang lemah dan masih perlu untuk didampingi, tanahnya juga sangat subur, selain itu masih dijumpai banyak anak-anak kecil yang tidak sekolah karena lemahnya motivasi untuk belajar dan juga ekonomi keluarga yang tidak mencukupi,semakin mengobarkan semangat dan menjadikan inspirasi bagi para suster dalam misi pastoralnya di Resampombo. Misi ini didukung juga oleh program formasi SSpS dan SVD yang diintegrasikan melalui ”Live in” dengan nilai plus sebagai Animasi Misi dan Promosi Panggilan.
Di sekitar tahun delapan puluhan Pak Nardi, sebagai tokoh masyarakat dan gereja di Desa Salam Rejo, sudah memulai kegiatan pastoral dengan kaum muda sebanyak 69 orang. Dipelopori oleh Rm.Lukas, Pr Selaku Kepala Paroki di Blitar dan para katekis. Sedangkan bentuk kegiatan pastoral yang dilakukan dengan anak-anak kecil di desa Tunggorono sebanyak 81 anak yaitu melatih membaca, menulis dan menghitung.Kegiatan ini dilakukan hanya satu bulan sekali. Maka melalui Sr. Augustine SSpS (Alm) pada waktu itu menjabat sebagai Provinsial SSpS Jawa, umat meminta kehadiran para suster SSpS karena mereka mempunyai pengalaman yang baik ketika mendapat pendampingan iman dan kunjungan yang intensif.Semangat dari anak-anak dan umat inilah yang semakin mengobarkan semangat para suster SSpS dan beberapa pemimpin umat.
Dalam waktu singkat misi merambat sampai stasi-stasi: Wonorejo, Tulungrejo (Njeruk), Purworejo, Salam Rejo dan ke perkebunan teh Kalisari dan Tlogosari yang jauh terpencil, dimana anak-anak tidak mendapatkan fasilitas pendidikan minimal karena kemiskinan dan jauhnya jarak yang harus ditempuh.
Pada tanggal 23 Agustus 1993 diboyonglah 7 (tujuh) anak para buruh petik teh dari Kalisari ke Resapombo. Mereka tinggal bersama para suster dalam kondisi sangat minim, namun dengan semangat berkobar. Ketujuh anak dari berbagai agama ini ternyata mampu menjadi misionaris kecil bagi teman-temannya. Karena merekalah Komunitas Resapombo menjadi rumah terbuka bagi anak-anak dan kaum muda. Keterbukaan para suster mengundang banyak keluarga yang tak terbatas pada kaum katolik saja untuk datang dan ”njujug” dengan bebasnya, merasa dirumah dan kerasan. Sekarang bukan saja dari desa-desa dan perkebunan, tetapi dari kota Surabaya, Blitar, Wilingi, Kesamben bahkan dari ”Brang Kidul” (Blitar dan Malang Selatan). Melaui berbagai kegiatan pastoral dan pendidikan disatukanlah seluruh potensi dan kebutuhan bagaikan gayung bersambut. Rumah kecil Resapombo menjadi Pusat Pastoral yang menyatukan daerah-daerah Utara dan Selatan, Kaya dan Miskin, Kaum tua dan Muda beserta anak-anak.
Anak-anak telah siap melanjutkan sekolah, tatapi tak ada sarana yang memadai dan ini menjadi tantangan besar, karena waktunya tak bisa ditunda, mendesak. Inilah yang menjadi tekat untuk memboyong mereka ke Kesamben.
Tahun ajaran baru pada tahun 1995, diboyonglah 23 anak dari desa Resapombo ke Kesamben untuk disekolahkan dan tinggal di salah satu ruangan di SMP Katolik Yohanes Gabriel, Kesamben. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, para suster dan anak-anak mendapat sumbangan dari umat dan juga beberapa orang tua dari anak-anak yang tidak bisa membayar biaya asrama dengan uang tetapi dengan memberikan hasil panenannya.
Dikobarkan semangat misi untuk meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan anak-anak, maka para suster SSpS dan beberapa umat dengan berbekal uang Rp 4.500.000 membuat proposal dan meminta bantuan ke Surabaya dan Blitar. Pada waktu itu bentuk bantuan yang diterima berupa bahan-bahan bangunan berupa kayu, genteng, reng dll.
Pada tahun 1995 dilakukan pembangunan Asrama Kartini dengan tujuan digunakan bagi anak-anak perempuan yang sekolah dan yang kurang mampu dengan harapan asrama ini mampu menghasilkan kartini-kartini yang cerdas dan pandai yang berguna bagi Gereja dan bangsa. Bangunan Asrama Kartini ini didirikan diatas tanah sumbangan dari Bp. Sumadi.Isi pembinaan: Mengembangkan keseimbangan antara Head - Heart – Hand, membentuk pribadi-pribadi yang cerdas-beriman dan terampil.
Dengan adanya kemajuan dan perkembangan jaman, maka asrama ini kembali berbenah diri baik jasmani maupun rohani. Ada penambahan gedung asrama yang terdiri dari 2 lantai dan asrama ini menerima anak perempuan dan laki-laki. Berkat bantuan Tuhan dan juga melalui para suster SSpS di Provinsi Jawa serta para donatur, maka dibangunlah gedung yang diberkati pada tanggal 07 Desember 2010 ini.
Jumlah anak yang tinggal di Asrama saat ini sebanyak 29 putra-putri. Diharapkan keluarga-keluarga yang jauh semakin terbuka untuk memanfaatkan fasilitas ini dan mempercayakan putra-putrinya dalam pembinaan para suster SSpS yang makin terbuka untuk siapa saja yang datang dan apa saja yang disumbangkan. Taman Kartini berkapasitas uantuk sekitar 50 orang.
Proficiat untuk Komunitas St. Theresia dan Asrama Kartini, Kesamben, Blitar.
Semoga tempat ini menjadi tepat perjumpaan dan tanda Kehadiran Allah yang bisa dialami banyak orang.
Semoga tempat ini menjadi tepat perjumpaan dan tanda Kehadiran Allah yang bisa dialami banyak orang.
Sr. Th.Sitriati SSpS, Infokom no. 37 - Desember 2010
No comments:
Post a Comment