PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH

di Jawa-Bali-Lombok-Sumatra-Papua, INDONESIA

Tuesday, June 30, 2015

Seminar Para Religius Yogyakarta




Kamis, 14 Mei 2015 bertepatan dengan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, para Suster Komunitas Roh Suci yang diwakili oleh Sr. Rosa, Sr. Lidia, Sr. Kiki, Sr. Yasinta J, Sr. Merlin, Sr. Adelbert, Sr. Fatima mengikuti seminar yang diadakan oleh Seminari Tinggi SCJ. Seminar dimulai pukul 09.00-12.30 WIB, dengan tema “Hidup Berkomunitas, Berkat atau Beban?” Seminar ini diikuti oleh berbagai tarekat, antara lain: CB, SSpS, Sang Timur, SPM, OSF Sibolga, HK, MTB, FCJ, Pr, dll; sekitar 33 tarekat (180 religius). Nara sumbernya adalah Rm. Julius Sunardi, SCJ dan Sr. Carolina, CB (Provinsial).


Rm. Fransiskus Supriyo, SCJsebagai rektor Seminar Tinggi SCJ dalam sam-butannya mengungkapkan bahwa kegiatan seminar menjadi kegiatan rutin setiap tahun dan harinya bertepatan dengan Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus. Rm. Fransiskus Supriyo, SCJ berharap bahwa kegiatan rutin ini bisa diikuti setiap tahun dan para undangan diberi kesempatan untuk mengusulkan tema yang relevan dalam hidup bakti saat ini.

Sesi pertama disampaikan oleh Sr. Carolina, CB. Ia mengungkapkan bahwa komunitas religius merupakan persaudaraan yang dibangun dengan susah payah untuk menghadirkan Kristus di dunia. Maka sangat penting refleksi setiap saat agar dapat membangun persatuan yang mendalam antara pengalaman manusiawi dan rohani. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapa Paus Fransiskus, bahwa kemampuan hidup berkomunitas adalah berkat dan anugerah; tapi hidup berkomunitas bukan-lah sebotol air yang sudah tersuling, me-lainkan air yang masih harus terus diolah. Hal-hal yang menimbulkan konflik antara lain adanya sikap saling menyalahkan, pengalaman masa lalu yang belum diolah, kebutuhan yang belum tertata, tidak mampu mengelola konflik, adu mulut, dan kata-kata keras/tajam. Selain itu juga bisa dipengaruhi oleh peran pemimpin yang kurang menunjang, misalnya: berpihak,kurang tegas, belum matang, dan kurang mampu mendengarkan. Pada hakikatnya hidup religius adalah membangun relasi dengan Yesus seperti Yesus kepada Bapa-Nya yaitu relasi Trinitas.

Sr. Carolina, CB menekankan bahwa membangun komunitas merupakan proses seumur hidup. Maka sangatlah penting adanya mengolah hidup, pemurnian, dan pertobatan yang terus-menerus demi hidup yang bebas batin, sukacita, sehingga bisa menjadi berkat bagi diri sendiri dan orang lain. Yesus menjadi pusat dan sungguh nyata dirasakan melalui Ekaristi.

Pada sesi kedua disampaikan oleh Rm Julius Sunardi, SCJ. Beliau menambahkan tentang proses/mekanisme bagaimana ko-munitas menjadi berkat atau beban. Beliau meninjau dari segi psikologis, bahwa afeksi adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Bila kebutuhan afeksi terpenuhi, maka potensi/talenta akan semakin berkembang dan bertumbuh dan sebaliknya. Penting bagi setiap pribadi untuk memimpin diri secara otonom demi mempertahankan diri, kemudian dari potensi yang dimiliki ada keinginan untuk membagikannya pada se-sama/orang lain “communio” dan ada proses identifikasi. Kunci utama dalam membangun komunitas agar menjadi berkat adalah adanya identifikasi, empati, dan kenosis/pengosongan diri.  Maka sangatlah penting adanya kerjasama,sharing, dan komunikasi.

Ukuran seseorang bisa menjadi berkat bagi komunitasnya adalah dia bisa menjadi sumber pertumbuhan, mampu menjadi sumber penyembuhan yaitu melalui pengampunan, menjadi sumber persatuan, menjadi sumber pengharapan. Pada akhirnya me-lahirkan buah-buah sukacita, komunitas yang hidup, mendunia, dan responsive/mudah tanggap terhadap situasi sekitar.

Suasana seminar terasa hidup, setelah sesi tanya jawab, kemudian ditutup dengan doa makan dan makan siang bersama.

Sr. Veronika Rukini, SSpS
Infokom Edisi 44, Mei 2015

No comments:

Post a Comment