PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH

di Jawa-Bali-Lombok-Sumatra-Papua, INDONESIA

Wednesday, November 18, 2015

Sinau Urip (Belajar Hidup)- Bersama Suku Samin , Pati

Pengalaman ini berawal dari tinggal bersama dulur-dulur Sikep di Sukolilo, Pati, pada awal bulan September 2014. Dua minggu tinggal bersama mereka begitu banyak pelajaran hidup yang saya terima. Salah satunya adalah kegigihan mereka memperjuangkan kelestarian ibu pertiwi, khususnya daerah pegunungan Kendeng. Mereka berjuang agar ibu pertiwi tidak dirusak oleh rencana pendirian beberapa pabrik semen, yang direncanakan bahkan sudah mulai di bangun di pegunungan Kendeng, khususnya daerah Pati, Rembang. Mereka tidak ingin pegunungan Kendeng, sebagai tempat tinggal, home mereka, sebagai ibu yang memberi nafkah dan hidup bagi mereka sebagai petani, sebagai tempat menyimpan air dan membangun persaudaraan se-sama sedulur di sana dihancurkan.

Perjuangan ini awalnya disemangati oleh dulur-dulur Sikep di Sukolilo dan sekitarnya yang dengan kearifan hidup mereka sebagai petani tidak rela kalau pegunungan Kendeng hancur karena dijadikan semen. Sebenarnya mereka bersama masyarakat di Sukolilo, Pati sudah memenangkan gugatan mereka terhadap pendirian pabrik semen, sehingga pabrik semen tidak didirikan disana. Tetapi dulur-dulur ini tidak tinggal diam. Mereka terus berjuang menemani dulur-dulur di tempat lain yang hidup mereka terancam karena pembangunan beberapa pabrik se-men yang sekarang ini terjadi di Pati – Tambak Romo dan sekitarnya, Rembang, dll. Karena setelah gagal membangun pabrik semen di Sukolilo, Pati Utara, ren-cana pembangunan pabrik semen dipin-dah ke Rembang, sebelah barat kabupaten Pati. Pembangunan pabrik semen, tetap akan menjadikan pegunungan Karts Ken-deng sebagai sumber produksi, eksplorasi dan eksploitasi.
Berhadapan dengan raksasa pabrik semen, maka perjuangan mereka ini sungguh luar biasa. Kebanyakan mereka adalah ibu-ibu petani, para perempuan yang dengan iman dan hati keibuan mereka berjuang demi membela ibu pertiwi dan mewujudkan martabat mereka sebagai ibu yang berjuang menghidupi sanak keluarga mereka.
Dihadapan semangat perjuangan tanpa kekerasan yang tak kenal lelah ini saya ingin belajar lebih dalam bersama mereka.  Kontak dengan mereka terus berkelanjutan. Awal April, setelah sharing dengan Provinsial, Sr. Ines, saya diijinkan untuk terlibat bersama kegiatan mereka, dengan hadir sebulan sekali bersama mereka. Saya sungguh bersyukur untuk kemurahan dan kepercayaan provinsi yang begitu besar ini. 
Setelah sharing dengan komunitas saya di Syalom, maka sejak bulan April 2015 setiap bulan sekali dalam week end saya datang ke Pati dan Rembang. Seperti mimpi kita bersama untuk widening the circle, maka sampai saat ini banyak teman yang juga turut bergabung untuk kunjungan sebulan sekali ini. Bisaanya setelah pulang dari kunjungan ini, mereka la-lu mulai melakukan kontribusi sesuai dengan kemampuan mereka, misalnya membantu menghubungkan dengan ahli hukum, penyuluhan hukum, pelatihan merenda, dokter yang melakukan penyuluhan kesehatan dan pengobatan gratis, dll. Kerjasama informal ini juga dilakukan dengan Keuskupan Surabaya dan paroki Rembang.
Para Suster kita juga dengan murah hati terlibat dan menyertai kegiatan ini dengan doa-doa mereka. Para suster kita di komunitas St. Agnes, RKZ, Provinsialat, Syalom dan Yogyakarta mem-berikan akomodasi pada mereka jika mereka sedang menghadiri pertemuan ataupun sidang di daerah-daerah itu. Para Suster menyediakan obat-obatan bagi pengobatan gratis dan beberapa tenda bagi ibu-ibu di Rembang yang tinggal di tenda selama hampir  17 bulan, sebagai perwujudan kegigihan mereka mempertahankan kelestarian bumi dengan menolak pendirian pabrik semen.
Kegiatan yang terakhir dilakukan pada tgl. 10 – 11 Oktober 2015. Bersama dengan dr. Lina, mbak Dian dan mbak Puput kami mengadakan kunjungan ke dulur-dulur Sikep di Pati dan masyarakat tolak semen di kabupaten Pati dan Rem-bang. Kami tiba Sabtu pagi dan rom-bongan langsung kami bagi dua. Mbak Dian dan Puput, bersama lik Jumadi, salah satu tokoh tolak semen, menuju ke Rumah Sono Keling untuk memberikan pendidikan undang-undang desa. Sedang-kan dr. Lina dan saya di temani kang Gunretno, tokoh sedulur Sikep menga-dakan pengobatan kepada masyarakat tolak semen di desa Larangan, Tambak-romo, Pati
Kelompok rumah Sono Keling mengadakan sharing dengan penuh semangat. Bahkan ada beberapa masyarakat yang ingin mengetahui masalah pedesaan dengan lebih mendalam datang sendiri pada malam harinya untuk melanjutkan sharing. Sedangkan untuk pengobatan kami melayani 50 pasien dilanjutkan malam harinya sekitar 25 orang dulur-dulur Sikep di rumah kang Gun. Dr. Lina memberikan pelayanan kesehatan dengan sangat baik, karena setiap pasien didengarkan kelu-hannya dan sebelum memberi obat, mereka diberi penyuluhan sebab-sebab penyakitnya dan bagaimana mengobati sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di desa itu.
Setelah acara pengobatan dan penyuluhan masyarakat selesai, acara dilanjutkan dengan pertemuan intern dengan dulur-dulur Sikep bersama kami dan mbak Tantri mas Anang (sepasang suami istri relawan pengajar nembang dan gamelan untuk anak-anak sedulur Sikep). Dalam pertemuan itu kita membahas bagaimana semangat belajar nembang dan pemaknaannya menjadi sarana memperdalam nilai-nilai luhur yang dihayati oleh para sesepuh mereka yang tersurat dalam tembang-tembang mereka. Dulur-dulur Sikep yang hadir pada waktu itu adalah beberapa orang yang memang sudah pandai nembang, ada yang bisa nembang tetapi sudah lama tidak nembang lagi, ada yang punya minat untuk bisa nembang, tetapi ada juga beberapa yang merasa tidak bisa nembang dan malu untuk melakukannya.
Kemudian kami sharing pengalaman nembang selama ini, dan bagaimana anak-anak mereka di bawah bimbingan mbak Tantri dan mas Anang bisa nembang dan menabuh gamelan, sehingga sudah sering diundang untuk mengisi acara baik dalam masyarakat Sikep sendiri maupun dengan gereja lokal khususnya paroki Kudus. Setelah itu satu persatu mereka mulai nembang, dan akhirnya tak disangka-sangka hampir semua bisa nembang. Setelah itu disepakati bahwa kita akan belajar nembang setiap Sabtu pahing malam hari, sesudah pengobatan dan penyuluhan kesehatan. Keesokan ha-rinya kami melanjutkan perjalanan ke Rembang ke desa Timbrangan dan Tegal Dowo. Dr. Lina mengikuti rombongan untuk melihat dari dekat sumber mata air Wiyu, mbak Dian mengikuti pelatihan warga dan bersama mbak Puput saya ke tenda untuk mengajari ibu-ibu haken. Sore hari kami melanjutkan perjalanan ke stasiun kereta api untuk kembali ke Surabaya.

Saat-saat ini Dulur-dulur di Pati sedang menunggu keputusan pengadilan PTUN Semarang tentang gugatan mereka untuk menolak pabrik Semen yang akan merusak alam mereka. Keputusan ini akan dilakukan pada tgl. 17 November 2015. Maka kami mohon doa kepada para Suster dan saudara-saudara semua agar terjadilah keadilan yang sejati bagi masyarakat dan bagi ibu pertiwi.

No comments:

Post a Comment